Thursday, December 21, 2017

Kusetubuhi Dokterku

Ditanganku saat itu ada hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan gambar janin berumur 10 minggu yang sehat. Keputusanku untuk di USG sebenarnya bukan untuk melihat janin ini tetapi untuk memeriksa perutku karena beberapa minggu ini aku merasa sering mual-mual dan tidak sembuh-sembuh dengan obat-obatan biasa.


Aku tidak menyangka hubungan badanku dengan Ferry akan membuatku hamil dengan cepat, padahal hubungan badan pertamaku dengan Ferry baru menginjak bulan ke-3. Namaku Yunita, seorang dokter di Bandung yang sedang mengambil spesialisasi mata saat cerita ini terjadi. Umurku saat itu sekitar 36 tahun dan berstatus janda cerai dengan satu anak perempuan ABG.

Mantan suamiku juga dokter ahli penyakit dalam yang belakangan aku ketahui punya kelainan sex, yaitu bisex (suka perempuan dan laki-laki). Sehingga karena tidak tahan akhirnya aku minta cerai setelah ayahku meninggal. Perceraian dan kehilangan ayah membuat aku menjadi gamang, apalagi bagiku ayahku adalah segala-galanya.

Kegamanganku itu rupanya terbaca dan dimanfaatkan oleh dokter NL, seorang dokter senior yang sangat dihormati di kotaku yang juga sekaligus menjadi dosen pembimbing program spesialisku. Dengan pendekatan kebapakannya dia akhirnya bisa membawaku ke ranjangnya tanpa banyak kesulitan. Affair kami awalnya berlangsung cukup panas karena kami punya banyak kesempatan bersama untuk melakukannya di manapun kami ingin, seperti di tempat praktek, di rumah sakit, di rumah dokter NL (saat ada istrinya) bahkan di dalam pesawat kecil (dokter NL ini adalah juga seorang pilot).

Karena alasanku berhubungan dengannya adalah untuk mengisi kekosongan sosok seorang ayah, maka aku pada awalnya tidak begitu peduli dengan kualitas hubungan seks yang aku dapat yaitu jarangnya aku mendapat orgasme. Hubungan kami inipun tidak pernah membuatku sampai hamil walaupun kami sering melakukannya pada periode suburku tanpa pengaman.

Karena perbedaan umur yang cukup jauh, pelan-pelan aku mulai ada rasa bosan setiap kali berhubungan badan dengan pembimbingku ini. Apalagi kedekatanku dengan dokter NL ini membuatku mulai dijauhi oleh teman-teman kuliahku yang secara tidak langsung mulai menghambat program spesialisasiku. Akhirnya pada suatu acara reuni kecil-kecilan SMAku, aku bertemu lagi dengan sahabat-sahabat lamaku, termasuk Ferry.
Aku dan Ferry sebenarnya sewaktu di SMA bersahabat sangat dekat sehingga beberapa teman menganggap kami pacaran. Tapi setelah lulus SMA, Ferry memilih untuk berpacaran dengan sahabatku yang lain yang kemudian menjadi istrinya. Kalau sebelumnya aku lebih sering berhubungan dengan istrinya Ferry, bahkan kedua anak kami juga bersahabat.

Tapi setelah acara reuni itu, aku juga menjadi sering bekomunikasi kembali dengan Ferry, baik lewat telepon maupun SMS. Akhirnya Ferry menjadi teman curhatku, termasuk masalah affairku dengan dokter NL dan entah kenapa aku menceritakannya dengan detail sampai ke setiap kejadian. Ferry adalah pendengar yang baik dan dia sama sekali tidak pernah langsung menghakimi apa yang telah kulakukan, terutama karena tahu persis latar belakangku.

Komunikasiku dengan Ferry sebagian besar sepengetahuan istrinya, walaupun detailnya hanya menjadi rahasia kami berdua. Kalau aku sudah suntuk teleponan, kadang-kadang dia mengajakku jalan-jalan untuk ngobrol langsung sehingga pelan-pelan aku mulai bisa melupakan afairku dengan dokter NL dan mencoba membina hubungan yang baru dengan beberapa laki-laki yang dikenalkan oleh teman-temanku.

Sayangnya aku sering kurang merasa sreg dengan mereka, terutama karena mereka tidak bisa mengerti mengenai jam kerja seorang dokter yang sedang mengambil kualiah spesialisnya. Lagi-lagi kalau ada masalah dengan teman-teman priaku ini aku curhat kepada Ferry yang sebagai anak seorang dokter Ferry memang juga bisa memahami kesulitanku dalam mengatur waktu dengan mereka.
Hingga pada suatu siang aku mengajak Ferry untuk menemaniku ke rumah peristirahatan keluargaku di Lembang yang akan dipakai sebagai tempat reuni akbar SMAku. Aku ingin minta saran Ferry tentang bagaimana pengaturan acaranya nanti disesuaikan dengan fasilitas yang tersedia di sana. Seperti biasa sepanjang jalan kita banyak ngobrol dan bercanda, tapi entah kenapa obrolan dan canda kita berdua kali ini sering menyinggung seputar pengalaman dan fantasi dalam hubungan seks masing-masing.

Sekali-sekali kita juga bercanda mengenai “perabot” kita masing-masing dan apa saja yang suka dilakukan dengan
“perabot” itu saat bersetubuh. Entah kenapa dari obrolan yang sebenarnya lebih banyak bercandanya ini membuat aku mulai sedikit terangsang, putingku kadang-kadang mengeras dan vaginaku mulai terasa sedikit berlendir. Waktu aku lirik celananya Ferry juga terlihat lebih menonjol yang mungkin karena penisnya juga berereksi.
Dalam pikiranku mulai terbayangkan kembali beberapa hubungan badan di masa lalu yang paling berkesan kenikmatannya. Tanpa terasa akhirnya kami sampai di rumah peristirahatan keluargaku, perhatianku jadi teralihkan untuk memberi pesan-pesan kepada mamang penjaga rumah dan tukang kebun yang ada di sana untuk mempersiapkan rumah tersebut sebelum akhirnya membawa Ferry berkeliling rumah.

Seperti waktu SMA dulu, obrolan kami kadang-kadang diselingi dengan saling bergandengan tangan, saling peluk dan rangkul atau sekedar mengelus-elus kepala dan pipi. Setelah selesai berkeliling kami kembali ke ruang tengah yang mempunyai perapian yang biasa dipakai menghangatkan ruangan dari udara malam Lembang yang cukup dingin.
Di sana Ferry kembali memeluk pinggangku dengan kedua tangannya dari depan sehingga kami dalam posisi berhadapan. Pelukannya itu aku balas dengan memeluk leher dan bahunya sehingga kami terlihat seperti pasangan yang sedang berdansa.
“Mmmmpppphhhh ……” Ferry tiba-tiba memangut bibirku lalu mengulumnya dengan hangat dan lembut.
Walaupun saat itu aku benar-benar kaget, tapi entah kenapa aku merasa senang karena dicium oleh orang yang aku anggap sangat dekat denganku.
Dengan jantungku berdebar aku kemudian memberanikan diri untuk membalas ciumannya sehingga kami berciuman cukup lama dengan diselingi permainan lidah ringan.
“Ahhh…….” Tanpa sadar aku mendesah saat ciuman perdana kami itu akhirnya berakhir. Sesaat setelah bibir kami lepas, aku masih memejamkan mata dengan muka sedikit menengadah dan bibir yang setengah terbuka untuk menikmati sisa-sisa ciuman tadi yang masih begitu terasa olehku. Aku baru tersadar setelah Ferry menaruh telunjuknya dibibirku yang sedang terbuka dan memandangku dengan lembut sambil tersenyum.

Kemudian dia menarik kepalaku ke dadanya sehingga sekarang kami saling berpelukan dengan eratnya. Jantungku semakin berdebar dan nafasku mulai tidak teratur, ciuman tadi telah membangkitkan “kebutuhanku” akan kehangatan belaian laki-laki. Tanpa menunggu lama, aku mengambil inisiatif untuk melanjutkan ciuman kami dengan memangut bibir Ferry lebih dulu setelah melakukan beberapa kecupan kecil pada lehernya.

Kali ini aku menginginkan ciuman yang lebih “panas” sehingga tanpa sadar aku memangut bibirnya lebih agresif. Ferry langsung membalasnya dengan lebih ganas dan agresif, lidahnya langsung menjelahi mulutku, membelit lidahku dan bibirnya melumat bibirku. Ciuman yang bertubi-tubi dan berbalasan membuat tubuh kami berdua akhirnya kehilangan keseimbangan hingga jatuh terduduk di atas sofa.

Tangan Ferry mulai bergerilya meremas-remas buah dadaku, mula-mulai masih dari luar baju kaosku tapi tak lama kemudian tangannya sudah masuk ke dalam kaosku. Kedua cup-BHku sudah dibuatnya terangkat ke atas sehingga kedua buah dadaku dengan mudah dijangkaunya langsung. Jari-jarinya juga dengan sangat lihai dalam mempermainkan putting buah dadaku.
Bibir Ferry juga mulai menciumi leher dan kedua kupingku sehingga menimbulkan rasa geli yang amat sangat. Terus terang dengan aksi Ferry itu aku menjadi sangat terangsang dan membankitkan keinginanku untuk bersetubuh. Maklum sejak putus dengan dosen pembimbingku praktis aku tidak pernah lagi tidur dengan laki-laki lain.

Aku saat itu sudah sangat berharap Ferry segera memintaku untuk bersetubuh dengannya atau meningkatkan agresifitasnya ke arah persetubuhan. Aku rasakan vaginaku sudah sangat basah dan aku mulai sulit berpikir jernih lagi karena dikendalikan oleh berahi yang semakin memuncak. Sebaliknya Ferry kelihatan masih merasa cukup dengan mencium meremas buah dadaku saja yang membuat aku semakin tersiksa karena semakin terbakar oleh nafsu berahiku sendiri.

“To, kamu mau ga ML sama aku sekarang ?” Kata-kata itu meluncur begitu saja dengan ringan dari mulutku di mana dalam kondisi biasa sangat tidak mungkin aku berani memulainya. Hanya dengan melihat Ferry menjawabnya dengan anggukan sambil tersenyum, aku langsung meloncat dari sofa dan berdiri di hadapan Ferry sambil melepas kaos atas dan BHku dengan terburu-buru. Melihat itu, Ferry membantuku dengan melepas kancing dan risleting celana jeansku sehingga memudahkanku untuk mempelorotkannya sendiri ke bawah.

Ferry sekali lagi membantuku dengan menarik celana dalamku sampai terlepas hingga membuat tubuhku benar-benar telanjang bulat tanpa ada lagi yang menutupi. Tanpa malu-malu, aku kemudian menubruk Ferry di sofa untuk kemudian duduk dipangkuannya dengan posisi kedua kakiku mengangkangi kakinya. Kami lalu berciuman lagi dengan ganasnya sambil kedua tangan Ferry mulai meraba-raba dan meremas-remas tubuh telanjangku sebelah bawah..
“Akkhhhhhh ….” Aku menjerit pendek saat Ferry memasukkan jari tangannya ke dalam liang senggama dari vaginaku yang sudah mengangkang di pangkuannya. Tanpa menunggu lama mulut Ferry juga langsung menyambar putting payudaraku membuat badanku melenting-lenting kenikmatan yang sudah lama tidak kunikmati. Ferry semakin agresif dengan memasukkan dua jarinya untuk mengocok-ngocok liang senggamaku yang membuat gerakan badanku semakin liar.
Gerakanku yang sudah makin tidak terkendali rupanya membuat Ferry kewalahan, lalu dengan perlahan dia mendorongku untuk rebah di karpet tebal yang terhampar di bawah sofa. Kemudian dengan tenang Ferry mulai membuka bajunya satu persatu sambil mengamati tubuh telanjangku dihadapannya yang menggelepar gelisah oleh berahiku yang sudah sangat memuncak.
Melihat Ferry memandangiku seperti itu, apalagi dengan masih berpakaian lengkap, tiba-tiba aku menjadi sangat malu sehingga aku raih bantal terdekat untuk menutupi muka dan dadaku sedangkan pahaku aku rapatkan supaya kemaluanku tidak terlihat Ferry lagi. Sesaat kemudian aku merasakan Ferry membuka pahaku lebar-lebar dan tanpa menunggu lama-lama kurasakan penisnya mulai melakukan penetrasi.

BLESSSSSS ……kurasakan penis Ferry meluncur dengan mulus memasuki liang senggamaku yang sudah becek sampai hampir menyentuh leher rahimku.

“Uhhhhhhmmmm ….” Aku mengeluarkan suara lenguhan dari balik bantal menikmati penetrasi pertama dari penis sahabatku yang sudah aku kenal lebih dari 20 tahun.
“Katanya tadi mau ngajak ML ….” Kata Ferry sambil mengambil bantal yang kupakai menutupi mukaku sambil tersenyum menggoda.
“Sok atuh dimulai saja ….” Jawabku sekenanya dengan muka memerah karena masih malu CROK … CROK … CROK …CROK …. CROK … ayunan penis Ferry langsung menimbulkan bunyi-bunyian dari cairan vaginaku.

Ferry mengait kedua kakiku dengan tanganya sehingga mengangkang dengansangat lebar untuk membuatnya lebih leluasa menggerakkan pinggulnya dalam melakukan penetrasi selanjutnya.
“Ferryoo…..ohhhh…ahhhhh….. nikmat sekali …Ferryoo….” Aku mulai meracau kenikmatan. Kedua kakiku kemudian dipindah ke atas bahu Ferry sehingga pinggulku lebih terangkat, sedangkan Ferry sendiri badannya sekarang menjadi setengah berlutut.
Posisi ini membuat sodokan penis Ferry lebih banyak mengenai bagian atas dinding liang senggamaku yang ternyata mendatangkan kenikmatan luar biasa yang belum pernah aku dapat dari laki-laki yang pernah meniduriku sebelumnya.
“Adduuhhh …. enak sekali … ooohhh…. … kontolnya ….tooo…..kontolmu enak sekaliii …” aku mulai meracau dengan pilihan bahasa yang sudah tidak terkontrol lagi. Aku lihat posisi Ferry kemudian berubah lagi dari berlutut menjadi berjongkok sehingga dia bisa mengayun penisnya lebih panjang dan lebih bertenaga. Badanku mulai terguncang-guncang dengan cukup keras oleh ayunan pinggul Ferry.

Ayunan penisnya yang panjang dan dalam seolah-olah menembus sampai ke dalam rahimku secara terus menerus sampai akhirnya aku mulai mencapai orgasmeku.
“Yanntooooooo ….. aaaak …kkk…kuu…udd…da…aahh…mmaau… dddaaapaaat …” kata-kataku jadi terputus-putus karena guncangan badanku. Ferry merespon dengan mengurangi kecepatan ayunan penisnya sambil menurunkan kakiku dari bahunya. “Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh …….” Akhirnya gelombang orgasmeku datang bergulung-gulung, bola mataku terangkat sesaat ke arah atas sehingga tinggal putih matanya saja dan kedua tanganku meremas-remas buah dadaku sendiri.
Ferry memberikan kecupan-kecupan kecil saat nafasku masih terengah-engah sambil tetap memaju mundurkan dengan pelan penisnya yang masih keras menunggu aku siap kembali karena dia sendiri belum sampai ejakulasi. Setelah nafasku mulai teratur, aku peluk Ferry lalu kami berciuman dengan penuh gairah dan kepuasan untuk babak ke satu ini.

“Yunita, aku boleh minta masuk dari belakang ?” Bisiknya ditelingaku
“Tentu saja sayang, kamu boleh minta apa saja dari aku …” Aku menjawab sambil tersenyum manis padanya. Ferry dengan hati-hati bangun dari atas tubuhku sampai berlutut, kemudian dengan pelan-pelan dia cabut penisnya dari vaginaku.
“Uhhhhhhhh ….” Aku medesah karena merasa geli bercampur nikmat saat penisnya dicabut.
Aku lihat penis Ferry masih mengacung keras dan sedikit melengkung ke atas, batang penisnya yang penuh dililit urat-urat terlihat sangat basah oleh cairan vaginaku. Karpet yang tepat di bawah selangkanganku juga sangat basah oleh cairanku yang langsung mengalir ke karpet tanpa terhalang bulu-bulu kemaluanku.

Vaginaku memang hanya berbulu sedikit seperti anak-anak gadis yang baru mau puber, itupun hanya ada di bagian atas dekat perutku, sehingga aku tidak perlu repot-repot lagi mencukurnya.
“Ayo Lan, balikkan tubuh kamu” Pinta Ferry padaku Setelah berhasil mengankat tubuhku sediri, aku lalu membalikkan badan untuk mengambil posisi menungging sebagai persiapan melakukan persetubuhan doggy style sesuai permintaannya tadi.
Aku rasakan Ferry medekat karena penisnya sudah terasa menempel di belahan pantatku dekat liang anus. Posisi kedua kakiku dia betulkan sedikit untuk mempermudahnya melakukan penetrasi. BLESSSSS ………………… untuk kali kedua penisnya masuk ke dalam liang senggamaku dengan mulus “OOOOOHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH …………” Aku melenguh dengan kerasnya mengikuti masuknya penis tersebut.
Kurasakan penis Ferry mulai bergerak maju mundur, bukan hanya karena gerakan pinggulnya saja tapi juga karena dengan tangannya Ferry juga menarik dan mendorong pinggulku sesuai dengan arah gerakan penisnya dia sehingga aku seperti “ditabrak-tabrak” oleh penisnya.

“Aaaarkkkhhh….aaaarrrrrkkkkkhhhh ….aaarrrkkkhhh “ Aku terus-terusan mengerang kenikmatan PLEK … PLEK … PLEK … PLEK … terdengar suara pantatku yang beradu dengan pahanya Ferry. “AUUUUUHHHHHHH…..AHHHHHHHHH …..OOOUUUUUUUHHHHH” Aku mulai melolong-lolong dengan kerasnya. TREK … tiba-tiba kudengar suara pintu yang dibuka.

“Neng Yunita … ada apa Neng ?” Aku mendengar suara penjaga rumahku bertanya dengan suara gugup. Rupanya dia dikagetkan saat mendengar lolonganku tadi yang membawanya datang kemari, tapi akhirnya menjadi lebih kaget lagi setelah melihat majikannya sedang disetubuhi oleh tamunya.
Lagi pula siapa yang menyangka kami akan nekat bersetubuh siang hari bolong di ruang keluarga yang terbuka dan masih ada penghuni rumah lainnya.

“Ga ada apa-apa kok Pak, saya sedang mijetin Neng Yunita nih …” Kudengar Ferry menjawab dengan tenang tanpa ada nada kaget atau gugup seolah-olah tidak terjadi apa-apa, bahkan tanpa menghentikan pompaan penisnya. Hanya kecepatannya saja dikurangi sehingga tidak terdengar lagi bunyi-bunyian heboh yang berasal dari beradunya kemaluan-kemaluan kami
“Ahhhh …aaaahhh …auhhhhh …” Aku tetap tidak mampu menahan erangan nikmatku walaupun aku sangat kaget kepergok sedang bersetubuh oleh Mamang penjaga rumah yang sudah megenalku sejak kecil
“Aa..aduh punten Neng Yunita … punten Agan … Mamang tidak tahu Agan-agan sedang sibuk begini, Mamang tadi takut ada apa-apa denger suara Neng Yunita seperti menjerit” Lanjutnya dengan muka pucat setelah sadar apa yang dilihatnya.
“Ya sudah pak, Neng Yunita juga ga apa-apa kok” Kudengar jawaban Ferry “Yaaa Mmmaammang … sayaa gaaaa apa-apa ko..ok….dududddduuuhhhh….ahhhhh ….shhhhh “ Aku coba bantu menjawab tanpa melihat ke arahnya tapi malah jadi bercampur desahan karena aku benar-benar sedang dalam kendali kenikmatan dari gerakan penis Ferry.

“Nuhun upami kitu mah, mangga atuh Neng … mangga Agan … mangga lajengkeun deui, Mamang mah mau ke belakang lagi” kata Mamang sebelum kemudian berlalu menghilang di balik pintu. PLEK … PLEK … PLEK …PLEK …PLEK …Ferry kembali menggenjot penisnya dengan kecepatan penuh
“Addduuuuhh….duhhh…terussss….terrruussss …..arrrrkkkkhhhh “ Aku kembali menjerit-jerit dan bahkan mungkin lebih keras lagi dari sebelumnya CROK … CROK …CROK … CROK….CROK …cairan vaginaku mulai membanjir lagi, sebagian ada mengalir turun lewat kedua pahaku sebagian lagi ada yang naik melalui belahan pantatku karena terpompa oleh penis Ferry.
Kepergok oleh penjaga rumah sedang bersetubuh memang menegangkan, tapi sekaligus membuat aku semakin terangsang setelah melihat sendiri Ferry bisa mengatasinya dengan tenang.
“Geliiiiii …. Aduuuhh…geli sekaliiiii….uuuhhhhhh ….oohhhhhh….Ferryo….geliii …“ Teriakku saat jari-jari Ferry mulai mempermainkan liang duburku yang telah basah oleh cairan dari vaginaku. “Sakkkiiiiit ….addudduuuh ….

Sakitt….aarrrkkkhhhhh ….” Jeritku ketika Ferry malah memasukkan jari tangannya ke dalam liang duburku setelah dilumasi cairan vaginaku terlebih dahulu. Saking sakitnya aku sampai mencoba mengulurkan tangan kananku ke arah duburku untuk menepis tangannya tapi tidak berhasil.
Tapi seperti waktu pertama kali vaginaku diperawani oleh mantan suamiku dulu, rasa sakit itu lama-lama hilang dan berganti menjadi rasa nikmat yang sangat berbeda. Walaupun tidak senikmat penis Ferry yang ada di liang senggamaku, tapi tambahan gerakan jarinya di liang duburku mulai membuatku semakin bergairah. Tiba-tiba kurasakan gerakan Ferry menjadi tidak teratur lagi, penisnya seperti berdenyut-denyut di dalam liang senggamaku sedangkan nafasnya seperti ditahan-tahan.
Mungkin Ferry akan ejakulasi ? Memikirkan hal itu, aku menjadi tambah bergairah menuju orgasmeku yang kedua.
“Lan… Yunita…sepertinya aku sudah akan keluarrrr ….

“ Kata Ferry dengan sedikit tertahan
“T…ttung…ggguu sebentar lagi To …. Yunita juga sss … sudah …hhhaampir dapppatt lagi” Aku berharap bisa orgasme barengan pada saat Ferry ejakulasi, saat itu tangan kananku sudah kupakai menggesek-gesek klitorisku sendiri.
“Ahhhhh …” aku menjerit tertahan saat Ferry mencabut tangannya dari liang duburku Ferry sekarang memakai kedua tangannya itu untuk menahan pinggulku sambil menekan-nekankan penisnya yang berdenyut makin kencang.
“Yunitaaaa …ga bisa aku tahan lagi …. aaaarrkkkkhhhhhhhhhhhhhhhh” Ferry mengerang tertahan saat ejakulasi SSSSSRRRRTTT….SSSSRRRTTTT….SSSSRRRRT…cccrrtt…cccrr r…cccrrtt… aku merasakan ada tiga kali semburan kuat dalam liang senggamaku diikuti belasan semburan kecil.
Semburan air mani yang hangat akhirnya membuat aku juga segera mendapatkan orgasmeku yang kedua.

“Ferryoo…. Nikmat sekali ….aaaakkkkhhhhh ……duuuuhhh …. benar benar kamu nikmat” aku mulai meracau dengan suara pelan karena sudah sangat lemas. Walaupun penis Ferry masih terasa keras setelah ejakulasi, badanku sudah terlalu lemas untuk bisa menahan tubuhku sendiri dalam posisi menungging. Aku pasrah saja ketika Ferry membalikkan badanku tanpa melepaskan penisnya dari tubuhku.
Walaupun kami bersetubuh cukup lama, tapi tidak banyak keringat yang keluar dikarenakan udara Lembang yang cukup sejuk, tapi aku lihat tubuh Ferry tetap agak berkilat oleh keringatnya sendiri. Kami kemudian berciuman dan berpelukan lagi dengan mesra, tidak pernah terlintas dalam pikiranku sampai pagi tadi sebelum berangkat ke sini bahwa aku akan bersetubuh dengan sahabat dekatku sendiri.
Tapi aku hampir tidak ada rasa menyesal telah melakukannya, padahal waktu aku pertama kali disetubuhi dosen pembimbingku ada rasa menyesal yang cukup dalam. “Yunita, kamu bisa menikmatinya sayang ?” Ferry berbisik di telingaku
“Enak sekali To, baru kali ini aku merasakan nikmat yang luar biasa ” Jawabku dengan lembut
“ Terima kasih ya To” Ferry membalasnya dengan kembali memangut bibirku dengan lembut di sisi lain aku merasakan Ferry mulai menggerakkan penisnya maju mundur lagi walaupun masih dengan perlahan.

Saat itu aku sudah sangat kelelahan dengan persetubuhan dua babak tadi sehingga tidak siap untuk melanjutkan ke babak berikutnya.
“To, aku udah kecapean sekarang … kalau kamu masih mau lagi, kita lanjutkan setelah aku istirahat sebentar. Boleh kan ya sayang ?” Aku coba menolak Ferry melanjutkan niatnya dengan sehalus mungkin.
Ferry rupanya bisa mengerti dan menghentikan gerakan penisnya, sebagai gantinya aku melakukan kontraksi pada otot-otot vaginaku untuk “meremas-remas” penis Ferry yang masih keras saja sampai sekarang walaupun sudah berejakulasi. Dia kelihatannya sangat menikmatinya sampai akhirnya berejakulasi lagi walaupun semprotannya jauh lebih lemah dan lebih sedikit dari yang pertama.
“Uuuuuuuuhhhhhh ….” Aku kembali melenguh saat Ferry menarik penisnya yang mulai melunak. Kami kemudian melanjutkan obrolan kami tanpa mengenakan pakaian dulu, tapi aku tetap menutup badanku dengan selimut yang disediakan dekat perapian karena walau bagaimanapun aku masih ada sedikit perasaan risi bertelanjang bulat di depan sahabat laki-lakiku.

Ferry ternyata sangat kaget waktu mengetahui aku tidak memakai kontrasepsi dan sangat menyesal sudah mengeluarkan spermanya di dalam tubuhku. Aku coba tenangkan dirinya bahwa akulah yang menginginkan dia berejakulasi di dalam tubuhku, lagi pula selama ini baik mantan suamiku maupun dosen pembimbingku selalu mengeluarkannya di dalam dan aku hanya bisa hamil di tahun pertama pernikahan kami. Aku juga ceritakan bahwa baru dengan Ferry aku bisa dua kali mengalami orgasme dalam sekali bersetubuh sampai aku merasa kepayahan, padahal sebelumnya hanya kadang-kadang saja bisa sampai orgasme.

Ferry bilang bahwa dia selalu berusaha mendahulukan pasangan-pasangannya mendapat orgasme duluan, minimal sekali, sebelum dia berejakulasi. Waktu aku balik tanya memangnya sudah pernah meniduri berapa wanita, dia hanya nyengir saja. Sekejap ada perasaan cemburu mengetahui bahwa aku bukan perempuan satu-satunya selain istrinya yang dia tiduri, tapi aku berusaha redam perasaan itu karena tujuan hubungan kami bukan seperti itu. Ferry kemudian memintaku untuk bersedia melakukan variasi hubungan anal dengannya, aku sempat kaget dan menolak permintaannya.
Apalagi bila mengingat sakitnya liang duburku waktu dia memasukkan jari tangannya, apalagi kalau penisnya yang besar dan keras itu ? Tapi waktu aku melihat pandangan memohonnya, hatiku menjadi luluh dan bilang ke dia bahwa aku tidak mau sering-sering melakukannya karena takut bentuk anusku berubah drastis. Kami kemudian sempat tertawa-tawa waktu membahas tentang peristiwa tertangkap basah oleh Mamang penjaga rumah sedang bersetubuh secara langsung akibat lolongan dan jeritan erotisku.

Aku i memang dikenal oleh orang lain sebagai orang yang kalem sehingga kalau sampai menjeri-jerit tentu saja akan mengagetkan mereka. Aku yakinkan Ferry bahwa akan bisa mengatasi Mamang penjaga rumah supaya tidak menceritakan kejadian ini kepada keluargaku atau orang lain. Aku cuma menyesal Mamang itu sudah melihat tubuh telanjangku dalam posisi dan ekspresi yang sangat merangsang pikiran laki-laki. Setelah hampir dua jam beristirahat, aku berkata kepada Ferry bahwa aku belum melihat bentuk persisnya penis dia saat ereksi karena ketika tadi sedang ereksi hampir selalu berada dalam vaginaku.

Ferry balas menjawab bahwa dia juga tidak sempat memperhatikan dengan teliti bentuk vaginaku, oleh karena itu dia mengajak aku untuk langsung melakukan foreplay saja dengan posisi 69. Dengansedikit tersipu aku sempat balik bertanya tentang apa yang dimaksud posisi 69 karena soal teknik seks aku sangat awam. Akhirnya kami mulai melakukan posisi 69 itu dengan aku berada di atas karena benar-benar ingin melihat biangnya rasa nikmatku tadi.

Ternyata memang diameter penisnya Ferry sangat besar saat ereksi walaupun biasa saja panjangnya. Tetapi yang istimewa adalah tonjolan urat-urat pembuluh darah yang mengelilinginya sepeti ulir sekrup yang membuat gesekan pada dinding vaginaku lebih terasa nikmat. Tak lama kemudian kami mulai bergumul lagi dengan berahi yang lebih panas karena melakukannya dengan kesadaran penuh bukan lagi karena reaksi spontan seperti sebelumnya. Aku mengambil posisi di atas dia sehingga bisa mengendalikan bagian mana saja dari liang senggamaku yang ingin di sentuh penisnya.

Sedangkan Ferry sendiri selain meremas buah dadaku dan menghisap putingnya, juga mempermainkan kelentitku dengan jari-jarinya. Akhirnya aku mencapai orgasme pertama yang sangat nikmat sekaligus lelahkan untuk babak ke dua ini. Ferry kemudian menagih janjiku untuk berhubungan secara anal sesaat setelah orgasme pertamaku, sehingga aku kembali dalam posisi menungging. Sekarang penis Ferry langsung masuk ke liang duburku setelah dibasahi dulu dengan cairan vaginaku yang menetes.

Aku benar-benar merasa kesakitan yang luar biasa saat penisnya masuk ke dalam lubang duburku yang ototnya masih kaku. Bahkan aku sempat menjerit jerit kesakitan sebelum akhirnya mulai merasakan nikmatnya hubungan anal bahkan bisa sampai mendapat orgasme walaupun tidak hebat penetrasi di vagina. Setelah orgasme keduaku pada anal, Ferry kembali menyetubuhiku secara konvensional sampai aku mencapai orgasme ketiga padahal Ferry belum juga mendapat ejakulasinya .

Saat itu aku benar-benar sudah kepayahan menerima serbuanny sehingga akhirnya aku terpaksa memohon untuk berhenti karena vaginaku sudah seperti hampir mati rasa. Dengan penuh pengertian Ferry menghentikan aktivitasnya walaupun terlihat ada rasa kecewa di matanya. Karena hari sudah menjelang malam, setelah beristirahat sebentar sambil berciuman, kami bersiap-siap untuk kembali ke Bandung. Sebelum pulang aku berwanti-wanti kepada Mamang penjaga rumah supaya tidak perlu bercerita tentang apa yang dilihatnya karena kami melakukannya sebagai orang dewasa yang saling membutuhkan dan saling suka satu sama lainnya.

Si Mamang bilang dia mengerti sebagai janda tentunya aku butuh laki-laki yang menemani saat kesepian. Dalam perjalanan pulang aku menawarkan ke Ferry untuk melakukan seks oral di mobil sambil berjalan sampai dia bisa ejakulasi. Aku menawarkan itu karena merasa bersalah telah menyia-nyiakan sahabatku yang telah memberikan kenikmatan yang bertubi-tubi ditambah beberapa petualangan seks yang sangat baru buatku termasuk juga petualangan kepergok Mamang yang mendebarkan.
Ferry tentu saja menyambutnya dengan antusias dan dia memintaku untuk melepas BHku supaya sambil di oral dia bisa membalas dengan permainan tangannya pada buah dadaku. Dengan nekat aku lalu mencopot BHku saat mobil berjalan yang artinya aku harus melepas kaosku dahulu sebelum melepaskan BHnya itu. Sebuah mobil sempat memberi lampu jauh saat aku bertelanjang dada, aku tidak tahu apakah pengemudinya sempat melihat kondisiku saat itu.

Dengan sabar aku mulai melakukan seks oral sedangkan Ferry mengemudikam mobil Audi A4 Triptroniknya hanya dengan satu tangan saja karena tangan kirinya dipakai untuk memainkan buah dadaku. Aku sempat bergurau bahwa penisnya dia sangat “yummie” sehingga tidak membosankan untuk dikulum dimulut atau digesek-gesek di vagina.

Sekarang aku mengerti kenapa Ferry mau bersusah-susah memainkan buah dadaku sambil mengemudi karena ternyata rangsangannya pada buah dadaku itu membuatku banyak melakukan gerakan spontan pada mulutku saat mengulum penisnya yang membuatnya merasa lebih nikmat. Walaupun aku sudah berusaha maksimal, tapi Ferry belum saja berejakulasi padahal sudah dekat rumahku.

Tepat ketika mobilnya sudah berhenti di depan pintu pagar rumahku, Ferry tiba tiba menekan kepalaku dengan kedua tangannya sampai batang penisnya amblas menyodok masuk ke kerongkonganku dan ….
CRUT…CRUT…CRUT …CRUT … penisnya memuntahkan air mani yang sangat banyak yang terpaksa aku telan langsung ke perutku “Aaaaahhhh ….” Kudengar suara Ferry mengerang nikmat Aku coba berontak karena hampir tidak bisa bernafas, tapi Ferry hanya melonggarkan sedikit tekanan tangannya Crut …crut …crut …crut … masih ada beberapa semprotan lagi yang keluar dari penisnya berceceran di dalam rongga mulutku, malah ada beberapa yang menempel di bibir, pipi dan hidungku.

Ketika aku bangun dari pangkuan Ferry, aku lihat si Bibi sedang membuka pintu pagar dan anakku menunggu di pintu garasi. Dengan terburu-buru aku menyambar tisu yang disodorkan oleh Ferry yang sedang tersenyum nakal. Aku hanya sempat menghapus mukaku sekenanya karena takut anakku datang mendekat dan melihat penisnya Ferry yang tetap mengacung setelah ejakulasi. Saat aku turun dari mobil malah aku lupa membawa BHku yang ada di jok belakang.

Waktu aku mencium anakku, dia sempat berkomentar kenapa mamanya lengket-lengket dan mulutnya rada ada bau amis. Ferry memang memberiku banyak petualangan seks yang tidak pernah aku bayangkan sampai umurku yang bisa dibilang matang ini walaupun frekuensi pertemuan kami tidak terlalu sering.

Aku hanya berhubungan badan dengan dia saat aku benar-benar membutuhkannya atau karena Ferry memang memintanya. Aku ingin tetap hubungan kami hanya sebagai sahabat karena hubungan persahabatanku dengan Ferry jauh lebih berharga dari pada kebutuhanku mencari pasangan hidup.

Setiap kali berhubungan badan aku selalu memaksanya untuk ejakulasi di dalam, aku tidak mau ejakulasinya di luar ataupun memakai kondom walaupun dia sangat khawatir karena merasa spermanya sangat subur. Akhirnya kekhawatiran Ferry terbukti karena kemudian aku hamil, bahkan sampai mencapai usia 10 minggu janin yang aku kandung. Asalnya aku tidak percaya sampai diperiksa oleh temanku sesama dokter dengan menggunakan alat USG. Karena hubunganku dengan Ferry belum mencapai 3 bulan, berarti janin itu berasal dari hubungan seks kami yang awal-awal.

Bandar Poker Terbaik Dengan umur kandungan yang sudah besar, akhirnya aku minta tolong temanku untuk merekomendasikan dokter koleganya di luar kota untuk membantu menggugurkannya. Aku tidak mau di kuret di kotaku karena dapat menimbulkan kehebohan besar. Dengan pengalaman ini akhirnya aku berinisiatif pasang IUD sehingga Ferry tetap bisa leluasa berejakulasi di dalam tubuhku seperti keinginanku. Petualanganku denga Ferry akhirnya terhenti setelah dua tahun ketika ada dokter yang melamarku dan memboyongku ke luar kota.

Bukannya aku tidak ingin setia pada suamiku yang baru, tapi sebenarnya aku sering merindukan belaian keintiman khas Ferry mengingat dasar hubungan seks kami yang istimewa. Walaupun dia selalu menjawab komunikasi dariku, tapi dia tidak pernah lagi memintaku untuk melayaninya seperti yang dulu dia lakukan kalau dia sedang membutuhkan seks.

SumoQQ Padahal tinggal dia minta, aku pasti pergi ke kotanya dengan cara apapun hanya untuk melayani kebutuhannya. Tapi kalau kebetulan aku tahu dia sedang ada di kotaku, Ferry tidak pernah menolak kunjunganku ke hotelnya untuk melepas rindu akan siraman air maninya


Wednesday, December 20, 2017

Birahi Tante Girang

Cuaca kelihatannya cerah dengan matahari yang bersinar tapi kok tiba tiba hujan langsung turun, semua orang langsung pada berteduh yang saat itu sedang menikmati senja, keramaian langsung hilang, gerimis meningkat dan hujan deras, didepanku ada seorang awanita yang mengangkat jemuran yang banyak Kelihatannya kurang mengantisipasi akibat baru bangun tidur. Masih memakai piyama.


“Ragil, bantuin Tante dong!”
Tanpa bicara aku membantunya. Sprei, kelambu, baju, t-shirt, dan …ih, pakaian dalam.
“Bawa ke mana, Tante?”
“Sekalian ke dalam aja!”
Tante Imas berjalan di depanku. Menaiki tangga hingga lantai dua. Aku cukup puas menikmati irama pinggulnya yang kukira agak dibuat-buat. Saat menghadap ke arah terang, siluet tubuhnya jelas membayang. Seakan telanjang. Kami masuk ke rumahnya. Tante Imas menggeletakkan jemuran di sudut kamarnya, akupun mengikutinya.
“Makasih ya? Kamu mau minum apa, Ka?” tanyanya yang langsung menghentikan maksudku untuk langsung pulang.

“Apa aja deh, Tante. Asal anget.”
Kurebahkan diri di sofanya. Hmm, lumayan nyaman. Tante Imas belum mempunyai anak. Yang kutahu, suaminya, Om yang tak kutahu namanya itu hanya sekali-kali pulang. Dengar-dengar pekerjaanya sebagai pelaut. Ha ha, pelaut. Di mana mendarat, di situ membuang jangkar. Sinis sekali aku.

“Om belum pulang, Tante?” tanyaku basa-basi sambil menerima teh hangat.
“Belum, nggak tentu pulangnya. Biasanya sih, hari Minggu. Tapi hari Minggu kemarin nggak pulang juga.”
“Tante nggak kemana-mana?”
“Mau kemana, paling cuma di rumah saja. Kalau ada Ombaru pergi-pergi.”
“Eh, kamu nggak ada keperluan lain, kan?”
“Nggak, Tante,” jawabku. Mau apa aku di rumah, sendirian, di tengah hujan yang semakin lebat begini.
“Temenin Tante ya. Ngobrol.”

Kamipun terlibat dalam obrolan yang biasa saja. Sekedar ingin tahu kehidupan masing masing. Dari ucapannya, kutahu bahwa suaminya bernama Om Iwan. Jarang pulang. Yang cukup membuat darahku berdesir agak cepat adalah daster itu.

Seakan aku bisa melihat dua titik di dadanya, yang timbul tenggelam ketika kami bercengkrama. Tangan Tante Imas cukup atraktif. Entah sengaja atau tidak sering menyentuh tanganku, atau mampir di pahaku. Makin lama duduknya pun semakin dekat. Hingga…

“Ragil, mau nonton film nggak? Tante punya film bagus nih.”
Wah untunglah. Rumahku tidak mempunyai vcd player. Tante Imas menyalakan TV lalu memasang film. Dan, astaga ternyata dia benar tidak memakai BH dan celana dalam. Aku bisa melihatnya jelas karena dia cukup lama berdiri menyamping, cahaya TV membuat gaun tidurnya menjadi selaput transparan.
Bentuk payudara beserta putingnya beserta rambut di pangkal paha. Aku lebih ternganga lagi karena film itu XXX. Kembali Tante Imas duduk di sampingku, malahan lebih dekat lagi. Tangannya mengusap-usap lenganku dengan lembut.

“Filmnya bagus ya?” Bisiknya pelan.
Namun terdengar di telingaku bagaikan rayuan. Aku tak mampu menjawab karena bibir bawahku menahan ekstasi yang kuat. Entah apa yang harus kulakukan kini. Mataku tak lepas dari wanita yang merintih di film itu, yang sudah distel suaranya pelan.

Tante Imas menggenggam pergelangan tanganku. Dan, astaga. Dibawanya tanganku ke payudaranya. Didiktenya tangan ini ke daerah yang tak pernah diraRagiln sebelumnya. Begitu pula tangan kiriku. Kini masing-masing telapak tangan itu memegang rata masing-masing pasangannya, payudara.
Pandanganku masih ke arah TV. Aku tak berani menatap wajah Tante Imas. . Tak pernah aku impikan hal ini terjadi. Sementara di TV desahan si gadis yang menghadapi dua batang penis makin membuat hot suasana.
“Ragil, hadap sini dong,” ujarnya manja.

Kuhadapkan wajahku. Kulihat tatapan pengharapan di sana. Wajah Tante Imas cukup cantik, dengan kulit putih dan senyuman manis yang menghiasinya. Aku masih memegang payudara itu, hanya memegang dengan daster yang melapisinya.

Ah, tak terasa daster itu. Hanya payudara besar ini fokus pikiranku. Tanganku masih canggung, sementara ada sesuatu yang mulai menggeliat di bawah sana.

Tiba-tiba dia menghentikanku, dengan cara yang sempurna. Tangannya merengkuhku dalam pelukan, sementara bibirnya mencium lembut. Payudaranya menghimpit dadaku. Membuat dadaku berdetak hingga aku merasa bisa mendengarnya.

Ciumannya nikmat. Beda sekali sekali dengan apa yang ada di TV. Seakan ingin mengaliri dengan hangat jiwanya. Kami berciuman lama sekali, tak terasa tanganku ikut mendekapnya makin erat. Kulepaskan dekapanku untuk mulai mengontrol diri kembali. Berakhirlah sesi ciuman itu.
“Kenapa Ragil? Kamu marah ya?” tanyanya pelan.

Tapi sialan, suara-suara di TV itu kembali mengacaukanku. Melumpuhkanku lagi dalam birahi.
“Maafin Tante ya? Tante…” Wajah itu mengeluarkan prana iba untuk dikasihi.
Dia kembali menciumku, cukup hangat. Namun tak sehangat tadi kurasa. Akupun tak mengharap ciuman kasih sayang, karena dariku juga tinggal nafsu. Ciuman-ciuman itu pindah ke leher dan telinga. Ah, tak pernah kubayangkan bahwa daerah ini lebih membuatku bergidik. Akupun menirunya. Kami saling menciumi leher, bahkan Tante Imas sempat mencium keras.
“Aduh, Tante…”

Dia lalu tersenyum dan berdiri. Perlahan dia melepas daster itu, mulai dari tangannya. Satu demi satu tangan daster itu terlepas. Daster melorot, tertahan sebentar di bulatan payudaranya yang besar. Dia menarik ke bawah lagi daster itu. Terlihat payudara, tanpa BH. Putih, bulat, besar, dengan puting susu berwarna merah muda. Mulutku menganga kagum seakan ingin memakannya. Aku menelan ludah.
Diturunkannya lagi. Aku menikmati satu persatu sajian pemandangan itu. Perutnya putih dengan pinggang yang ramping. Pusarnya menjadi penghias di sana. Daster itu tertahan di pinggangnya. Oh, pantatnya menahan.

Aku semakin berdebar, ingin mempercepat proses itu, aku ingin segera melihat kemaluannya. Diturunkan lagi, dan ah… vagina itu muncul juga. Dihiasi rambut berbentuk segitiga yang tak begitu lebat. Bibir vaginanya merah segar, sedikit basah. Untuk pertama kalinya aku melihat wanita bugil. Dengan senyumnya, bangga membuatku tergakum-kagum.

“Sekarang, kamu juga buka ya?” perintahnya manja.
Aku membuka tshirtku. Tante Imas membuka celanaku, Lepas jinsku, tapi Tante Imas tak segera membukanya. Dia jongkok lalu menjilati penisku dari luar celana dalam. Tampak noda basah sperma yang makin ditambah oleh air ludah.

Penis itu makin membesar dalam celana dalam, rasanya tak enak kerena tertahan. Segera kubuka dan …hup keluarlah batang kemaluan diikuti dua bolanya. Tante Imas mengecupnya, si penis tampak membesar. Semakin tegaknya penis diikuti dengan jilatan-jilatan lidah. Uff, enak sekali.
Kini gantian tangannya yang bekerja. Pertama dirabanya semua bagian penis, lalu mulai mengocoknya. Setelah kira-kira telah utuh bentuknya, tegak dan besar, dimasukkannya ke dalam mulut. Tante Imas memandang ke atas, wajahnya berseri-seri .

“Teruskan Tante.”
Lidah Tante Imas menjilat-jilat, kadang menggelitik penisku. Lalu mulai memaju mundurkan mulutnya, seakan sebuah vagina menyetubuhi penis. Ini hebat sekali. Sekitar 15 menit permainan itu berlangsung, hingga…
“Tante, saya mau ke-luar…” kataku terengah-engah.

Tante Imas malah mempercepat kocokan mulutnya. Aku ikut memegang kepalanya. Dan keluarlah ia. Aku merasa ada 5 semprotan kencang. Tante Imas tidak melepasnya, ia menelannya.
Bahkan terus mengocok hingga habis spermanya. Lega rasanya tapi lemas badanku. Tante Imas berdiri, kemudian kami berciuman lagi.

“Sekarang gantian ya…”
Kini aku menghadapi payudara siap saji. Pertama kuraba-raba dengan kedua tanganku. Remasan itu kubuat berirama. Lalu aku mulai berkonsentrasi pada puting susu. Kutarik-tarik hingga payudaranya terbawa dan kulepaskan.

Hmm, bagaimana rasanya ya? Aku mulai menjilatinya. Enak. Jilatanku pada satu payudara sementara tangan yang lain meremas satunya. Ketika kuhisap-hisap putingnya, terasa makin mancung, mengeras, dan tebal puting itu. Kulakukan pula pada payudara satunya. Oh, ternyata jika wanita terangsang, yang ereksi adalah puting susunya. Kira-kira 5 menit aku melakukannya dengan nikmat.

Kemudian jilatanku turun, hingga vaginanya. Kucoba dengan jilatan-jilatan. Kusibakkan lagi rambut kemaluannya agar jilatan lebih sempurna. Ada seperti daging kecil yang menyembul. Yang kutahu, itu adalah klitoris. Kuhisap seperti menghisap puting susu, eh Tante Imas merintih.
“Hmm, Ragil, jangan dihisap. Geli. Tante nggak kuat.”

Dan Tente Imas benar-benar lunglai. Tubuhnya rebah ke sofa. Dia terlentang dengan paha mengangkang memperlihatkan vagina terbuka dan payudara yang berputing tegak. Aku lanjutkan lagi kegiatan ini. Makin lama kemaluannya makin basah. Jilatan dan hisapanku makin bersemangat, sementara di sana Tante meremas-remas payudaranya sendiri menahan ektasi.

Tiba-tiba pahanya mendekap kepalaku dan ..serr seperti ada aliran lendir dari vaginanya. Otot liang itu berkontraksi. Inikah orgasme, hebat sekali, dan aku melihatnya dari dekat. Tak kusia-siakan lendir yang mengalir, kuhisap dan kutelan.

Rasanya lebih enak dari sperma. Tubuh Tante Imas yang bergoyang-goyang akhirnya tenang kembali. Jepitan pahanya mulai melemah namun penisku mulai ereksi lagi. Kucium mesra vaginanya seperti aku mencium bibirnya. Tante Iya tersenyum. Bibirnya berkata “Terima kasih,” namun tak mengeluarkan suara.
Gambar di film itu merangsang kami. Wanita berpayudara besar terlentang diatas meja kantor. Diatasnya laki-laki dengan penis panjang dan besar menyetubuhi payudaranya. Tangan si wanita menekan payudaranya sendiri agar merapat, dan penis itu melewati celahnya.

Kupikir pasti asyik sekali. Aku menjilati dulu payudara Tante Imas, agar basah dan lengket. Tak lupa dengan hisapan-hisapan di putingnya. Setelah merasa cukup, aku duduk di muka payudara itu. Tante Imas merapatkan celah payudaranya.

Dia tersenyum senang. Aku mulai dengan pelan memasuki celah payudara, seakan itu adalah liang vagina. Uff, sensasinya luar biasa. Aku mulai memaju mundurkan penis dengan irama. Ujung penisku terlihat saat aku maju. Kalau klimaks, pasti spermanya sampai ke wajah Tante. Tanganku ikut memegang payudara untuk menguatkan hujaman penis. Kadang aku menarik-narik puting susu. Aku mencium bibirnya, mengangkat paha di lehernya, kemudian menyerahkan lagi penisku.

Dihisap dan jilat lagi, seperti tak puas saja. Posisiku duduk tak enak. Aku tak bisa duduk karena akan menekan lehernya, tangankupun tak bisa memaju mundurkan kepalanya. Oh, ada sandaran tangan. Empuk lagi. Apalagi kalau bukan payudara. Sambil aku meremas-remasnya, penis seperti diremas-remas juga.
Tante Imas mengeluarkan kemaluanku sebentar, mengajak posisi 69. Hm, kupikir boleh juga. Maka aku berganti posisi lagi. Tubuhku menghadap Tante Imas, tapi saling berlawanan. Penisku di mulutnya, vaginanya di mulutku.

Sampai beberapa saat kami melakukan itu. Aku tak tahu apakah Tante mendapat orgasme lagi, tapi dia sempat diam mengulum penisku, pahanya menekan rapat kepalaku, tapi tak ada cairan yang keluar.
“Ragil, berhenti dulu deh.” serunya.
Padahal aku sedang asyik dengan posisi ini. Tante Imas berdiri menuju ke dapur. Rupanya dia minum air dingin. Tante Imas datang. Membawa dua gelas air es dan menyodorkan dua tablet yang kuduga obat kuat. Kami meminumnya satu-satu. Tante memperhatikanku lalu melihat film itu.

“Kita bercumbu beneran, yuk,” ajaknya.
“Di bathtub yuk.”
Dia memegang kemaluanku seperti memegang tanganku, untuk mengajak dengan menggandeng penis itu. Kami ke kamar mandinya. Bathtub-nya cukup besar, Kami mulai lagi. Di bawah shower itu berpelukan sambil meraba dan menyabuni.

Nikmat sekali menyabuni payudaranya, senikmat disabuni penisku. Tak ada yang terlewatkan, termasuk vagina dan anus. Ketika air mulai penuh, kami berendam. Airnya tak diberi busa. Nyaman sekali. Lalu kami mulai saling merangsang, meninggikan tensi kembali. Tante Imas mengocok penisku dalam air, sementara aku meraba-raba vaginanya.

Tak berapa lama dia duduk di pinggiran bathtub. Kelihatannya dia ingin vaginanya dijilat. Aku merangkak menjilatinya. Cairannya mulai keluar lagi.
“Pakai tangan juga dong,” pintanya lanjut.

Aku menuruti saja. Kukocok dengan telunjuk kananku. Kucoba telunjuk dan jari tengah, semakin asyik. Tangan kiriku mengusap klitorisnya. Tante memejamkan matanya menahan nikmatnya. Sebelum berlanjut lebih jauh, Tante menghentikan. Membalik badannya menjadi menungging dan membuka pantatnya.
Ternyata dari tadi aku belum mengeksplorasi daerah anus. Akupun mencobanya. Kujilat anusnya, reaksi Tante mendukung. Kujilat-jilat lagi, dari anus hingga vagina. Lalu kocoba masukkan dua jariku lagi ke vaginanya dan mengocoknya. Lidahku menjilat-jilat lagi.
Daerah pantat yang menggembung berdaging kenyal seperti payudara. Akupun suka. Tante Imas menunjukkan reaksi seperti akan orgasme lagi. Desahannya mulai keras.
“Ragil, Tante mau keluar lagi nih. Cepat! Pakai penismu. Ayo masukin penismu. Cumbu Tante, Ragil,” jeritnya tertahan putus-putus.

Astaga, dirty talk sekali. Membuat aku makin terangsang. Aku siapkan penisku, walau agak bingung karena tak ada pengalaman. Tante Imas mengocok vaginanya sendiri sambil menungguku memasukkan penis. Penis sudah kuarahkan ke vagina.

“Tante, nggak bisa masuk, nih,” tanyaku bingung.
“Tekan saja yang kuat. Tapi pelan-pelan.”
Aku ikuti sarannya, tetap saja susah. Dasar pemula. Jadinya penisku hanya merangsang mulut vagina saja, mengggosok klitoris, tapi itu malah membuat Tante makin terangsang.
“Ayo masukkan, Tante sudah hampir keluar,”

Dengan tenaga penuh aku coba lagi. Dan, berhasil. Kepala penisku bisa masuk walau sempit sekali. Tante Imas bergoyang untuk meraRagiln gesekan karena klimaksnya semakin dekat. Ketika aku coba masukkan lebih dalam lanjut pantat Tante bergoyang hebat. Otot vaginanya seperti meremas-remas. Penisku yang walau baru kepalanya saja menikmati remasan vagina ini. Dan Tantepun orgasme. Setelah itu dia jatuh dan berbaring dalam bathtub. Aku sudah melepaskan penisku.
“Tante, maafin saya ya,” kataku agak menyesal.

Aku belum memasukkan seluruh penisku dalam vaginanya saat dia orgasme.
“Nggak apa-apa. Kepala penisnya sudah nikmat, koq. Ayo kita coba lagi. Sekarang penis kamu mau dikulum, nggak?” Tak usah bertanya. Ganti aku yang duduk di tepi bathtub”.
Tante merangkak dan mengulum penisku. Ah, pose seperti ini membuat aku nyaman, seakan aku yang punya kuasa. Di ujung tubuh yang merangkak itu ada pantat.
Wah, empuknya seperti payudara. Akupun menjamah dan meremas-remasnya. Kadang aku membandingkan dengan satu tangan tetap meremas pantat, tangan yang lain meremas payudara. Kenikmatan ganda. Kelihatannya Tante juga menikmati sekali.

Ombak berdebur kecil di bathtub itu. KuraRagiln penisku mulai megeluarkan tanda akan klimaks. Tumben cukup lama sekali aku bertahan. Mungkin karena obat yang diberikan Tante. Kuhentikan gerakan Tante, kuanggukkan kepalaku ke wajahnya yang masih mengulum penisku. Tante berdiri, aku mengikutinya.
Tante membuka vaginanya, aku mengarahkan penisku. Kugosok-gosokkan ke vaginanya. Kutemukan klitosinya. Seperti puting susu, kumasukkan klitoris itu ke dalam lubang penisku. Rangsangannya kuat, sampai-sampai Tante mau jatuh lagi seperti ketika klitorisnya kuhisap kuat-kuat.

Ok, sekarang aku mulai memasukkan penisku. Tante Imas menggenggam penisku, mengarahkan agar bisa masuk. Aku seperti orang bodoh yang harus diajari untuk melakukan gerakan yang kupikir semua laki-laki juga bisa. Ternyata tidak mudah. Dengan susah payah akhirnya kepala penisku masuk.
Seperti tadi, kucoba goyang maju mundur untuk membuatnya siap melanjutkan misinya. Suasana begitu sepi, mungkin sudah malam. Tapi hujan masih menetes satu-satu. Sunyi. Saat itu, tiba-tiba ada ketukan di pintu rumah. Tok…tok…tok… Dan kami diam seperti hendak dipotret saja,
“Imas…Imas, ini aku. bukain pintu dong…”, teriak seorang laki-laki.
Kami bagai tersambar geledek, mematung dalam badai. Hujan tadi berlanjut menjadi badai akibat suara itu.
“Mas Iwan…”, bisik Tante Imas pelan. Penisku langsung lemas, keluar begitu saja dari vagina yang telah susah payah berusaha dijebolnya.

“Apa yang harus kita lakukan?”
“Aku akan berpura-pura…”
“Kalau aku?”
“Sembunyi saja.” “Dimana?” Kata-kata kami meluncur cepat nyaris tak bersuara. Kami berusaha berfikir. Agak sulit, karena sedari tadi hanya menggunakan nafsu.
“Imas, kamu tidur ya? Bukain dong,” suara Om Iwan seakan detik-detik bom waktu yang siap meledak. Wajah Tante Imas sedikit cerah.
“Aku ada akal…”
“Gimana?” tanyaku tak sabar.
“Kamu di sini saja dulu. Jangan keluar sebelum kupanggil.”
Bandar Poker Terbaik Tante Imas merendam lagi dirinya dalam bathtub, kemudian keluar. Aku menutup pintu kamar mandi, tidak terlalu rapat agar bisa melihat keadaan. Kulihat Tante Imas membawa pakaianku dan menengelamkannya dalam tumpukan jemurannya.
Mengelap lagi sofa dengan dasternya, melemparkan daster itu ke tumpukan jemuran. Kemudian membuka pintu.

Apa yang dilakukannya? Dia sudah gila? Aku bisa mati jika suaminya tahu kami telah berbuat. Belum sih, tapi hanpir menyetubuhi istrinya. Lalu? {Adakah mantra untuk menghilang? Aku takut menghadapi kenyataan Saat ini Di tempat ini Dalam keadaan ini Dengan apa yang telah kulakukan, SumoQQ


Tuesday, December 19, 2017

Mesum Dengan Pegawai Pabrik

Kumpulan cerita selingkuh, kisah sex tentang perselingkuhan yang berujung ML diranjang paling nikmat dan semuanya ada dalam kategori cerita seks - Hari ini badanku terasa lelah sekali, seharian ini banyak sekali pekerjaan yg kuselesaikan, meski selesai semua rasanya puas juga menjalani kesibukan hari ini. Sore itu waktu sudah hampir setengah 6 sore, setelah membereskan berkas-berkas di ruang kerjaku aq siap pulang kerumah, mobil kijang hijauku sudah siap di tempat parkir mengantarku pulang.



Kulihat jalanan di depan kantorku terlihat lancar, ternyata perkiraanku salah, kurang lebih 1 km dari kantor, jalanan macet total, ya sudahlah nikmati saja daripada menggrutu juga nggak ngurangi macet.
Lokasi kantorku kebetulan dekat dengan jajaran pabrik-pabrik, dan jam segitu rupanya macet angkuta umum yg mencari penumpang, tiba-tiba ditengah kemacetan jalanan kulihat didepan sebuah toko ada seorang perempuan yg manis sekali, kulitnya putih, tingginya sekitar 165 cm dengan menggunakan seragam pabrik biru-biru ditutup blazer hitam terbuka yg kelihatan ketat terlihat dadanya begitu menyesakkan baju seragamnya, untuk ukuran karyawan pabrik, cewek itu terlalu cantik, meski bajunya begitu sederhana tdk sebanding dengan kecantikannya.

Kuperhatikan dengan seksama, dia kelihatan memandangku dan tersenyum tipis menatapku, akupun tersenyum memandangnya, tiba-tiba aku dikagetkan suara klakson mobil dibelakangku, cepat-cepat kutancap mobilku berhubung jalan didepan sudah lancar sekitar 30 meter ke depan.
Menyesal sekali aku tdk bisa berhenti waktu itu, kulihat di spion perempuan itu naik angkot di tiga mobil dibelakangku.. Seandainya saja?

Sekira 200 meter jalan lancer, tiba-tiba kemacetan datang lagi, makin sumpek aja aku, akhirnya kulihat didepan ada toko kecil dengan tempat parkir yg agak luas, akhirnya lampu sent mobil kunyalakan kekiri dan aku berhenti, meski masih ada rokok, kuniatkan beli lagi sambil beli minuman ringan, sambil berharap perempuan di angkot belakang bisa ketahuan lagi jejaknya.
Alamak.. Sambil minum teh botol dingin, tiba-tiba saja angkot dibelakang yg membawa perempuan itu berhenti, aku berharap.. Tiba-tiba benar saja perempuan itu turun kemudian membayar ongkos ke sopir di depan.
Wah memang benar kalau sudah jodohku nih.. Kulihat perempuan itu masuk juga ke dalam toko, sambil tersenyum tipis dia menuju ke penjual toko itu dan kulihat membeli lima buah indomie, susu dancow dan kopi instant lima sachet.

“Lho rumahnya dimana Mbak?” tanyaku sambil tersenyum.
“Oh saya kos dibelakang toko ini, Mas,” jawabnya sambil mencari dompet dari dalam tasnya.
“Nama saya Iwan, boleh kenalan Mbak?” tanyaku sambil menjulurkan tangan buat bersalaman.
“Saya Nuning, Mas,” jawabnya sambil senyum dan menjabat tanganku..
Busyet tangannya mulus sekali dan hangat sekali agak berkeringat.
“Berapa Mbak?” kata Nuning pada penjual toko sambil mengeluarkan dompetnya.
“Dua puluh sembilan ribu limaratus Mbak “jawab penjual toko itu.
“Ini saja Mbak, sekalian teh botol satu dan rokok dua bungkus” kataku sambil ngeluarin uang seratus ribu ke wanita penjaga toko.

“Nggak usah Mas, saya ada kok” kata Nuning sambil ngeluarin dualembar uang duapuluh ribuan.
“Ya sudah gini aja, uang ini bawa dulu, tapi saya minta dibikinin kopi dulu, sekalian kalau boleh main ke kos-mu sambil nunggu macet, boleh nggak?” Kataku sambil ngembaliin uangnya.
“Baiklah kalau begitu terima kasih, tapi tempatnya jelek lho Mas, kata Nuning sambil tersenyum.
“Ah jangan gitu, saya malah nggak enak nih ngrepotin minta kopi segala” Kataku sambil nerima kembalian dari penjaga toko.
“Mbak, saya titip mobil ya, sekalian ini buat parkirnya,” sambil kukasih wanita penjaga toko uang limaribu”
“Wah makasih ya Mas” kata penjaga toko.

Nuning tersenyum dan mengajakku berjalan di gang sebelah toko itu, jalannya kecil cuman satu meter lebarnya, jadi kalau jalan nggak bisa bareng, harus satu-satu, Nuning jalan di depan dan aku dibelakangnya.
Kuperhatikan selain dadanya yg membusung, ternyata pinggul dan pantat Nuning benar-benar montok habis, sampai-sampai rok yg dipakainyapun membungkus ketat pantat indah itu serasi sekali dengan pinggul yg ramping, ditambah bau tubuhnya yg wangi meski kutahu itu bau parfum biasa.

Kira-kira duapuluh meter jalan, Nuning berhenti dan membuka pagar besi kecil disebuah rumah tanpa halaman dan ternyata didalamnya berjajar kamar-kamar kontrakan dengan pembatas tembok satu meter antar kamarnya.

“Disini Mas, kamarku paling ujung, dekat dengan kamar mandi, silahkan masuk dulu Mas, aku mau panasin air sebentar buat bikin kopi” kata Nuning nerocos.
Kamarnya ternyata cukup bersih, di ruang tamu ada karpet biru, meja kecil ditengahnya dan diujung TV 14 inch terpasang rapi ditambah hiasan manik-manik yg bagus, tak sempat kulihat kamar tidurnya, tapi melihat ruang tamunya tertata rapi aku yakin kamar tidurnya pasti bersih juga.

Kuambil remote TV dan kunyalakan, pas berita sore, kuikuti perkembangan pencalonan presiden dari para politikus negeri ini, tapi aku lebih tertarik melihat foto dibelakangku ternyata foto Nuning menggunakan kebaya dan samping, cantik sekali.. Tdk dandan saja dia cantik, apalagi dalam foto itu belahan dada kebaya agak rendah, sehingga sembulan toket putihnya kelihatan seksi dan erotis sekali.
“Itu fotoku waktu di kampung bulan lalu Mas, waktu acara kawinan sepupuku” kata Nuning sambil membawa dua gelas kopi.

“Memangnya kampungmu dimana? Dan lagi jadi apa waktu acara itu?” Tanyaku sambil membantu nurunin gelas kopi ditaruh di meja.
“Kampungku di Cianjur Mas, waktu itu aku kebagian ngisi nari Jaipongan, yah gini-gini aku penari Jaipongan Mas, meski hanya sebatas acara di kampung aja” Kata Nuning sambil tersenyum manis.
“Pantesan tapi cantik juga kamu baju kebaya ya, lebih sensual dan menarik” Kataku sambil memandang wajah cantiknya.

“Pantesan apa Mas? Masak orang kampung gini dibilangin sensual dan menarik” Kata Nuning.
“Pantesan tubuh kamu bagus dan terawat itu karena rajin jaipongan ya”
“Ah Mas, bisa aja,” katanya sambil mencubit tanganku.
“Silahkan Mas diminum kopinya, aku tinggal sebentar ya mau mandi dulu, udah gerah banget nih rasanya”
Nuning masuk ke dalam kamarnya dan mengambil peralatan mandi, letak kamar mandi kontrakan itu ada di luar tapi masih dekat dengan kamar Nuning mungkin cuma sekitar 4 meter saja dari pintu kamarnya.
“Tunggu sebentar ya Mas, silakan diminum kopinya” Nuning berjalan dengan berkalungkan handuk putih dipundaknya, sementara rambutnya diikat ke belakang, terlihat cantik dan alami sekali.
Sekitar sepuluh menit Nuning di dalam kamar mandi, kudengar suara, ‘waduh gimana nih bajunya basah gini,’ akhirnya aku mendekat kamar mandi dan berteriak.
“Ada apa Ning? Ada yg bisa saya santu?” kataku sedikit cemas dan heran.
“Nggak apa-apa kok Mas, bajuku pada jatuh dan basah, Mas apa diluar ada orang lain?” Tanya Nuning sambil teriak.

“Ntar aku lihat dulu, ke pintu depan” kataku sambil berjalan ke pagar dan gang kecil menuju rumahnya.
“Nggak ada siapa-siapa” Kataku sambil mendekat ke pintu kamar mandi.
Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka dan kulihat Nuning hanya berbalut handuk putihnya, kulihat pundaknya putih sekali, sementara toketnya yg montok sedikit menyembul dan pahanya yg putih dan mulus sekali terlihat tertutup handuk kira-kira 20 cm diatas lututnya, wah aku jadi kaget sekali dan tiba-tiba Nuning menengok dari belakang pintu dan berlari menuju kamarnya.
“Sorry ya Mas, bajuku pada basah semua, aku ganti baju dulu ya,” kata Nuning sambil berlari dengan tubuh mulus terbalut handuk.

Melihat pemandangan yg menggairahkan itu, mengakibatkan otot dalam celanaku berdenyut-denyut, dan sedikit mengembang, ‘gile bener, tubuhnya montok bener’. Kataku dalam hati, sambil masuk ke kontrakannya dan melihat-lihat lagi foto sensualnya.
“Maaf ya Mas, sebenarnya aku malu tadi,” kata Nuning sambil duduk di sampingku, Nuning sore itu memakai kaos kuning dan bawahan celana strit hitam ketat sebatas lutut, namun kaos panjangnya menutupi bagian bawah sampai 10 cm diatas lutut.

Malam itu kita hanya ngobrol saja sampai jam delapan malam, dari obrolan itu kutahu kalau Nuning sudah hampir setahun bekerja, pernah kuliah D-1 bagian Sekretaris dan sekarang bekerja di bagian administrasi keuangan sebuah pabrik, dan kutahu bahwa Nuning sudah punya pacar di kampungnya, namun orangtuanya kurang setuju.

“Jangan kapok main ya Mas,” kata Nuning berharap.
“Justru aku yg berharap boleh main kesini lagi kalau kamu nggak keberatan,” kataku sambil memakai sepatu, sambil berjalan pulang kuberikan kartu namaku.
“Kalau ada apa-apa telpon aja,” kataku sambil bersalaman, perlahan kuremas tangan halusnya dan Nuning kelihatan malu dan tertunduk.

“Daah” aku pamitan dan Nuning mengantarkan aku sampai ke tempat parkir.
Setelah perkenalan itu, kurang lebih dua bulan, kami hanya bersahabat saja, bahkan Nuning menyatakan kekaguman karena aku nggak pernah bertindak tdk sopan, meski kami sering pulang sampai jam 10 malam, paling hanya berpegangan tangan saja, entahlah mungkin lama-kelamaan dia mulai sayang, meski sudah kuceritakan bahwa aku sudah beristri dan punya seorang anak. Hingga suatu hari, aku masih ingat itu hari Rabu, dia menelpon ke HP-ku,

“Mas, aku pengen ngobrol bisa nggak, sore ini jemput aku ya?” kata Nuning di telepon.
“Oke, emangnya ada apa?” Tanyaku.
“Yah pokoknya nanti aja deh, aku mau cerita, udah dulu ya, sampai nanti di tempat biasanya,” Nuning menutup telponnya.
Tepat jam 16.30 aku meninggalkan kantor, kulihat dari kejauhan Nuning sudah menunggu dan sedikit melambaikan tangan kegirangan. Nuning masuk ke mobilku dan tersenyum.
“Mas, kita jangan pulang dulu ya, aku pengen cerita banyak dan menenangkan hatiku,” kata Nuning sambil menatapku.

“Oke, kita jalan-jalan ke Ciater aja ya, disana kita bisa berendam air panas sambil ngobrol,” ajakku sambil terpikir ada kolam renang yg memang cukup nyaman untuk berendam di malam hari.
“Oke, kayaknya asyik juga tuh,” Kata Nuning mengiyakan.

Aku menelepon ke rumah, dan bilang ada pekerjaan di kantor yg harus diselesaikan, kalau ada apa-apa ngebel aja ke kantor, kebetulan aku sudah setting teleponku tiga kali kring di-forwardkan ke HP-ku.
“Kamu ada masalah apa, kok kelihatan kusut begitu?” kataku sambil mencubit dagu Nuning.
“Nggak tahu kenapa aku pengen cerita masalahku ke Mas, kayaknya aku tenang kalau udah ada di sampingmu Mas,” kata Nuning sambil memegang lenganku.

Posisi mobilku memang agak susah untuk berdekatan, hingga akhirnya Nuning hanya bisa memegang lenganku saja. Sambil sedikit berkaca-kaca, Nuning menceritakan bahwa pacarnya di kampung sudah memutuskan hubungan dengannya. Selama di perjalanan aku banyak kasih nasehat dan pengertian kepadanya, dan diapun kelihatan lebih tenang. Sampai di Ayam Goreng Brebes, Lembang aku memarkirkan mobilku.

“Kita makan dulu yuk,” ajakku.
Berhubung tempat parkirnya penuh, aku agak jauh memarkir mobilku, dan baru kali ini Nuning berani berjalan disampingku sambil memeluk pinggangku, akupun akhirnya merapatkan tubuh dan memeluk pundaknya sambil menuju ke tempat makan.

Menuju ke Ciater, diperjalanan Nuning memandangku terus dan tiba-tiba saja bibirnya mengecup pipiku, aku agak gugup namun menikmati juga, sambil sesekali kuremas tangan halusnya. Wah mau nggak mau banyaknya rangsangan selama perjalanan mulai mempengaruhi adrenalinku juga. Dan sesampai di Ciater ternyata suasananya hujan agak deras, jam sudah menunjukkan jam delapan malam, berendam di kolam renang rasanya nggak mungkin, pulang juga sudah telanjur, akhirnya kutawarkan ke Nuning.
“Gimana kalau kita berendamnya di kamar aja?”
Aku agak khaNuningr dia keberatan, tapi katanya, “Ya terserah Mas aja” kata Nuning.
Di front room hotel, aku booking satu kamar yg ada bathtub buat berendam air panas, didepan meja frontroom Nuning masih memeluk pinggangku, kali ini terasa kelembutan dadanya menyentuh badanku, dan ini mau nggak mau berpengaruh pada otot pejal didalam CDku.

Malam itu Ciater dingin banget, kabut turun tebal banget setelah hujan, hingga perjalanan menuju ke kamarpun harus perlahan, petugas hotel sudah menunggu di depan kamar dan membukakan pintu kamar.
“Silahkan Pak, silahkan Bu, apa ada yg dipesan?” kata petugas hotel ramah, mengira kami pasangan suami istri.
“Sementara belum Mas, nanti saja kalau perlu saya telpon dari kamar,” kataku sambil memberi sedikit tips buat petugas hotel.

Nuning masuk ke kamar dan aku masih duduk di ruang TV, sambil mencari-cari chanel yg bagus, sambil melepas penat dua jam lebih di belakang kemudi. Tiba-tiba Nuning keluar dari kamar, alamak Nuning sudah berganti baju dengan celana pendek pink ketat dan kaos senam ketat putih polos pendek hingga kelihatan pusarnya, kulihat bayangan puting toketnya yg kecoklatan, tanpa dibungkus beha, pahanya putih dan mulus menantang, sementara pantatnya yg bahenol tercetak ketat di celananya dan dadanya benar-benar montok menantang.

“Ayo Mas, katanya mau berendam? Jangan liatin gitu dong,” Kata Nuning sambil duduk disampingku.
“Oke, tapi aku nggak bawa baju berendam nih,” kataku sambil membuka baju kerjaku, aku yg sudah tdk kuat melihat pemandangan yg memancing birahi itu.
“Mas, badanmu kekar juga ya, “kata Nuning sambil memeluk lenganku dari samping, terasa toket montoknya melekat erat di lenganku.

Perlahan kuusap paha putih Nuning dan tiba-tiba Nuning berdiri dan duduk di pangkuanku, akhirnya tubuh montok itu kupeluk sambil kuangkat kakinya kuletakkan pahanya yg putih, mulus dan hangat itu diatas pangkuanku. Perlahan Nuning menatap mataku, kemudian memelukku erat sekali, terasa sekali kekenyalan toket montoknya, meski terhalang kaos tipis yg dipakainya, cukup lama Nuning menyembunyikan wajahnya di bahuku, kemudian dia berkata lirih.

“Mas, aku sayang kamu, aku takut kehilangan kamu Mas,” kubelai perlahan rambutnya, kurenggangkan pelukannya dan kutatap mata Nuning, dalam hitungan detik, bibir kami saling melumat pertama agak perlahan, sambil kunikmati kelembutan bibirnya, cukup lama kami beratraksi dengan bibir kami dan makin lama pagutan dan ciumannya makin buas, dan kamipun saling melumat bibir.

Perlahan ciuman kami agak melemah, lembut kuciumi lehernya, belakang telinga dan pundaknya, kukecup lembut tanpa suara, tangan kananku mendarat perlahan di dadanya, begitu padat, kenyal dan kencang, sementara tangan kiriku pelahan mengangkat kaos ketatnya. Nuning menengadahkan wajahnya dan membusungkan dadanya sambil mengangkat tangannya, dan segera kulepas kaos ketatnya, betul-betul keindahan toket seorang wanita yg kulihat didepanku, kulitnya yg putih bersih tanpa cacat, ditambah sepasang toket yg montok, padat dan menantang, perlahan kujelajahi dan kusapu lembut gunung indah nan menantang itu, dan perlahan kuusap putingnya yg menonjol keras kecoklatan, mungkin dia sudah terangsang.
“Mas, pantatku kayak ada yg mengganjal nih, dibuka celananya ya Mas, biar nggak sakit,” kata Nuning.
Aku berdiri dan Nuning membuka reslutingku, melepas ikat pinggangku dan menurunkan celanaku.
“Apa itu Mas?” kata Nuning sambil menutup matanya dengan jari yg masih terbuka.

Otot pejalku yg sudah membesar dan mengeras sekali, tercetak jelas pada celana pendek katun yg ketat, perlahan kutarik tangan Nuning, kutempelkan tangannya menyusuri bonggol keras dari luar celana pendekku, perlahan dan lama-lama Nuning berinisiatif meremas penisku dari luar celana pendekku.
Kubiarkan Nuning mengelus dengan jemarinya dan sesekali meremas, kadang pelan kadang agak kuat, mungkin dia mulai menikmati mainan barunya, sementara kunikmati aliran kenikmatan, sambil kulihat ekspresinya.
“Gimana Ning?” kataku sambil menatap matanya.
“Mas, aku belum pernah melakukan seperti ini, tadinya malu sekali aku melihatnya, ternyata kemaluan cowok bisa segede ini ya?” katanya sambil tersipu.
“Kalau kamu mau, kamu boleh buka celanaku” kataku.
Perlahan tangan halus itu menurunkan celana pendekku dan tiba-tiba penisku yg sudah tegak dan berdiri keras seolah miniatur tugu monas, Nuning menatap tak berkedip melihat kemaluanku, pelan jarinya mengelus batangku yg tegang seperti kayu, urat-urat yg menonjol dia telusuri perlahan, alamak nikmat sekali, dan garis urat di tengah-tengah bagian belakang ditelusurinya perlahan, penisku berkedut-kedut dan tiba-tiba diremasnya kantong pelirku, sungguh kenikmatan yg luar biasa.

Kutarik Nuning untuk berdiri, kebelai pinggul indahnya, berputar kebelakang meremas bongkahan pantatnya yg bahenol, kupeluk dan kuusap erat punggungnya, perlahan kukecup lehernya, belakang telinganya dan pundaknya, kulihat dan kurasakan kulitnya merinding, Nuning mempererat pelukannya dan menempelkan ketat dadanya yg padat membusung ke dadaku, paduan antara kehangatan dan aliran birahi yg mengalir lewat kulitnya.

Nuning yg hanya tinggal memakai CD tipis warna pink, menggoyangkan dan menempelkan ketat kemaluanku yg sudah tegang membesar ke daerah bukit venusnya, meski masih terpisahkan CDnya, namun kurasakan ada kelembaban dari balik CDnya. Kulihat mata sendu Nuning menikmati foreplay yg panjang malam itu, kelihatan dia sudah terangsang sekali, dari sorotan matanya dan pelupuk matanya yg agak sembab, serta toketnya yg kencang menantang dengan puting yg mengeras.

Kuraba CDnya dan kuturunkan, Nuning membantu menurunkan CDnya dan melempar dengan ujung kakinya, sambil kucium dan kulumat bibir seksinya, kujamah dan kuremas toket montoknya, dan serta merta kuangkat tubuh telanjang nan mulus itu ke kamar dan kutidurkan diatas kasur bersprei putih bersih.
Sambil tetap menciuminya, aku tidur merapatkan ke tubuhnya, kaki kuangkat dan kegesek-gesekkan diatas paha putihnya, sementara tanganku kembali meremas dadanya yg kian montok dan menggunung dengan puting susunya yg menonjol kecil kecoklatan. Perlahan aku turun menciumi lehernya dan memutar-mutarkan lidahku ke gunung kembarnya bergantian, kusapu hingga basah dengan menyisakan puting, pada bagian akhir nanti, sementara tanganku menjelajah ke pangkal pahanya, menyibak rambut kemaluannya yg halus menghitam itu, kuusap bibir memeknya dan Nuning menggelinjangkan pinggulnya.

Kuperhatikan Nuning memejamkan matanya menikmati sentuhan dan rangsangan yg kuberikan, sementara tanpa sadar penisku yg tegak dan keras, diremasnya perlahan dan kadang menguat saat rangsangan datang menguat. Kumainkan ujung jariku menyapu bibir memeknya yg sudah membasah dan kusapu pelan belahan lubang memeknya yg membasah, sambil kujilati putingnya dengan ujung lidahku bersamaan kuputar perlahan kelentitnya dengan ujung jari telunjukku,

seirama antara jilatan lidahku di ujung putingnya dan usapan ujung jari telunjukku di ujung kelentitnya, serta merta Nuning menggoyangkan pantat dan pinggulnya, menggeleparkan dan membuka lebar pahanya dan membusungkan dadanya hingga kelihatan merangsang sekali, sambil menutup matanya dengan bibir yg membasah dan sedikit terbuka, sementara tangannya menggenggam erat sekali kemaluanku yg masih mengeras dan berdenyut-denyut.

“Uuff mmaas, kau apakan tubuhku ini,” mulut Nuning mengerang menahan kenikmatan.
Tubuhnya menggelinjang keras sekali, pahanya bergetar hebat dan kadang menjepit tanganku dengan erat saat jariku masih menyentuh kelentitnya, dan tiba-tiba penisku dicengkeram dengan keras seolah mengajak untuk menikmati orgasmenya dalam foreplay itu.

Kuremas dengan irama perlahan toketnya yg tambah mengeras dan membusung itu dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku terjepit diantara kedua paha mulusnya, kemaluanku diremasnya dan tangan satunya memelukku erat sementara paha dan kakinya menggelepar keras sekali hingga sprei putih itu berserakan tak karuan, orgasme pertama sudah dirasakannya.
Tanpa berhenti kumainkan pelan tanpa henti kelentitnya, dan mungkin sekarang Nuning sudah terangsang kembali.
“Mas, tolong masukkan, aku ingin merasakannya sayang,” katanya sambil menghiba dan meringis menahan kenikmatan tiada tara yg dirasakannya.

Perlahan aku menaiki tubuhnya, pahaku menempel erat dipahanya yg mengangkang dan kepala penisku menempel di kelentitnya menggantikan ujung jari telunjukku.
Sambil kuciumi leher putihnya, pundak dan belakang telinganya, kepala penisku bergerak-gerak mengelilingi bibir memeknya yg hangat dan basah, kulihat Nuning merem melek menikmati benda pejal di bibir memeknya, lidahnya menyapu bibirnya hingga membasah, dan wajahnya memerah dengan mata merem melek tak beraturan. Dengan perlahan akhirnya sedikit demi sedikit kumasukkan batang penisku ke dalam memeknya, saat kucoba menyelipkan kepala penisku ke mulut memeknya rasanya peret dan sulit sekali, kulihat Nuning sedikit meringis dan membuka mulutnya dan sedikit menjerit.

“Aah,”
Namun akhirnya kepala penisku sudah mulai masuk dan mulai kurasakan kehangatan memeknya, perlahan kumasukkan sesenti demi sesenti, pada sekitar centimeter ke 4 menuju ke 5, Nuning tiba-tiba berteriak dan menjerit.
“Aduh Mas sakit sekali,” katanya, “Seperti ada yg menusuk dan nyerinya sampai ke perut,” katanya.
“Aku cabut aja ya?”

“Jangan, biarkan dulu kutahan rasa sakit ini,”
Aku yg sudah merasa kenikmatan yg luar biasa dan sedikit demi sedikit mulai kumasukkan lagi batang penisku. Kulihat Nuning meneteskan air mata, namun tiba-tiba dia menggoyangkan pantatnya dan tentunya akhirnya penisku hampir seluruhnya masuk, kenikmatan yg belum pernah kurasakan, penisku serasa digigit bibir yg kenyal, hangat, agak lembab dan nikmat sekali.
Akhirnya kamipun mulai menikmati hubungan badan ini.
“Mas rasa sakitnya sudah agak berkurang, sekarang keluar masukkan penismu Mas, rasanya nikmat sekali”
Perlahan aku mulai mengayun batang penisku keluar masuk ke memek Nuning, kulihat tangannya diangkat dan memegang erat-erat kepalanya dan akhirnya menarik sprei tempat tidurnya, sementara pahanya dia kangkangin lebar-lebar dan mencari-cari pinggulku, hingga akhirnya kakinya melingkar di pantatku dan seolah meminta penisku untuk dimasukkan dalam-dalam ke memeknya.

Beberapa kali ayunan, akhirnya aku agak yakin dia sudah tdk begitu merasakan sakit di memeknya, dan kupercepat ayunan penisku di memeknya. Nuning berteriak-teriak dan tiba merapatkan jepitan kakinya di pantatku, kepala menggeleng-geleng dan tangannya menarik kuat-kuat sprei tempat tidurnya, mungkin dia mau orgasme, pikirku. Tiba-tiba tangannya memelukku erat-erat dan kakinya makin merapatkan jepitannya di pantatku, kurasakan toket besarnya tergencet dadaku, rasanya hangat dan kenyal sekali, aku diam sejenak dan kubenamkan penisku seluruhnya di dalam memeknya.
“Oh, mmas aku keluar.. Ahh.. Ahh.. Ahh,”

Aku merasakan nikmat yg amat sangat, penisku berdenyut-denyut, rasanya aliran darah mengalir kencang di penisku, dan aku yakin penisku sangat tegang sekali dan begitu membesar di dalam memek Nuning, sepertimya aku juga akan mengeluarkan air kejantananku.
Beberapa saat kemudian, kubuka sedikit jepitan kaki Nuning dipantatku, sambil kubuka lebar-lebar paha Nuning, kulihat ada cairan kental berwarna kemerah-merahan dari memek Nuning, penisku rasanya licin sekali dialiri cairan itu, dan akhirnya dengan cepat aku kayuh penisku keluar masuk dari memek Nuning, nikmat sekali rasanya. Ada mungkin delapan sampai sembilan kayuhan penisku di memek Nuning, tiba-tiba kurasakan ada sesuatu yg akan meledak dari dalam penisku dan akhirnya..
Croot.. Croot.. Croot.. Croot..

Memeknya berdenyut-denyut menikmati aliran maniku yg hangat, sementara kurasakan batangku masih berdenyut-denyut nikmat, kubenamkan batangku dalam kehangatan memeknya yg basah. Kupandang wajahnya yg berkeringat, perlahan kusapu dengan tanganku dan kuciumi dengan penuh rasa sayang, akhirnya kamipun terkulai lemas dan Nuning memeluk tubuhku erat, tanpa mempedulikan cairan yg merembes keluar dari lubang kenikmatannya.

Bandar Poker Terbaik Ada lebih sejam kami tertidur dalam kenikmatan, dan selanjutnya berdua kita berendam dengan air hangat di bathtub, hingga badanpun terasa segar kembali. Setelah menikmati makan malam di cafeteria, akhirnya kamipun kembali ke kamar jam 12.00 malam, mengulangi permainan dengan lebih ganas hingga jam 1 dinihari, kamipun tertidur tanpa busana, dan kupeluk tubuh telanjangnya dalam kehangatan selimut.
Hingga esoknya kuputuskan untuk mengambil cuti sehari dan sebelum checkout jam 12 siang, kami masih menyisakan dua kali permainan di kamar tidur dan di bathtub. Lain kali akan kuceritakan pengalamanku dengan Nuning di kampungnya saat aku mengantarnya mudik SumoQQ



Monday, December 18, 2017

Cerita Seks ku dengan Pak Lurah

Namaku Alya, seorang ibu rumah tangga yang sudah memililki 2 orang anak. Anak sulungku berusia 26 tahun dan kini tengah belajar di pesantren. Yang bhungsu baru berusia 6 tahun. Suamiku wirswata dan usianya 48 tahun. Akupun sendiri berusia 39 tahun. Tadinya aku enggan untuk menceritakan semua ini. Namun karena mungkin ini bisa jadi contoh buat para ibu-ibu yang mungkin memiliki pengalaman yang sama denganku, ya wajib menyimak.


Kejadian itu terjadi 3 tahun lalu ketika aku mengadakan sebuah hajatan buat anakku yang lagi disunat. Kami memang menggelar acra yang sangat meriah. Siangnya diisi dengan sisingaan dan malamnya diisi dengan pagelaran wayang golek. Kami sengaja mengundang lurah ***** ( sebut saja ki Jaya ). Umurnya sekitar 60an tapi dia masih bugar. Maklum lah seorang dalang pasti memiliki banyak kegiatan baik rohani maupun jasmani.

Sekitar pukul 8 malam pagelaran wayang pun dimulai. Banyak penonton yang hadir saat itu. Lakonnya pada saat itu berjudul Bambang Gundayitma. Aku sih gak terlelu mengerti denagn wayang. Tapi ya sekedar menonton aku ikutin aja, pagelaran berlangsung kurang lebih 6 jam. Sekitar pukul 2 subuh pagelaran usai dan para penonton berangsur pulang. Keadaan dirumahku memang banyak orang yang sekdar bantu-bantu di rumah. Ya kami memang lelah tapi mau bagaimana lagi soalnya aku yang punya hajat jadi masi8h banyak yang harus kami selesaikan.

Ternyata Ki Jaya juga cukup kelelahan. Maklumlah dia menggelarkan wayang sekitar 6 jam. Mungkin pegel-pegel terasa di sekujur tubuhnya. Kami menawarkannya untuk tidak langsung pulang dan menginap saja di rumah kami. Dia pun menyetujuinya smentrara rombongannya pulang. Aku menyiapkan kamar sementara suamiku masih menemani para tamu terdekat sambil minum kopi.
Ketika aku mengantar Ki Jaya ke kamarnya. Tiba-tiba dia berkata “ ya, kamu seneng dengan pagelaran bapak?”
“iya pak, bagus sekali pertunjukannya.” Jawabku
“kamu temani bapak ya?” katnya lagi
Aku sempat heran dan kurang mengerti dengan perkataanya. Aku Cuma tersenyum dan bergegas pergi. Kemudian Ki Jaya memngang tanganku. “gak apa-apa ya!” ujarnya penuh arti.
“apa pak?” tanyaku agak takut.
“bapak Cuma minta pijitin soalnya badan bapak pegel-pegel semua.” Jawabnya
Aku Cuma tertunduk soalnya aku malu sekaligus takut.
“ ya udah kamu minta tolong sama sapa aja, bapak pegel nih biasanya habis pentas langsung dipijitin ma istri.!” Ujrnya lagi.
Mendengar hal demikian, ketakutan dan kecurigaanku serentak hilang. Dan akupun bersedia untuk memijitnya. Akupun masuk ke kamarnya dan Ki Jaya menutup pintu.
“udaranya dingin” katanya.

Akupun duduk di sampingnya diatas ranjang di kamr yang biasa ditempati anakku. Tiba-tiba Ki Jaya melepas baju dan celananya. Aku hanya terdiam dan sedikit malu.
“aduh capek banget ya nih rasanya pegel banget tangan bapak.” Katanya lagi.
Aku hanya mengangguk dan segera mengambil lotion milik ankku dan mengoleskannya ke tangan dan tubuh Ki Jaya yang hanya mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Tubuhnya memang kekar dan kulitnya memang agak hitam. Kumisnya cukup tebal dan rambutnya keriting. Sepertinya dia menikmati pijatanku. Apalagi kata suamiku kalo tanganku sangat lembut.
“ ya ke pinggang ya!” katanya
Akupun mulai turun ke bawah ke arah pinggangnya. Tiba-tiba tanganku sakit mungkin karena pegal memijit Ki Jya.

“kenapa Ya?” tanyanya
“nggak ini pak, tangan lilis agak sakit” jawabku
“coba bapak lihat” jawabnya sambil meraih tanganku. Dia mengusap dan memijit pelan tanganku namun penuh arti. Sesekali dia mengusap lengan dengan alasan tradisional.
“ Ya kamu cantik ya!”

Aku Cuma tersenyum tipis. Lalu K Jaya menngerakan kakinya dan tiba-tiba dia memangkuku dan mengarahkanku ke ranjang. Seketika aku terbaring dan tangan Ki Jaya memegangi kakiku dan berkata “Ya kan aku dibayar murah sama suami kamu, aku mintas bayaran lebih dari kamu ya?” katanya sedikit bersik.
“tapi pak, jangan pak ah” aku sedikit berontak tapi tak berani berteriak karena takut terjadi apa-apa nantinya.

“ gak apa-apa Ya, ayo buka pakaianmu!” perintahnya
“aku takut pak.” Jawabku memlas
“sebentar aja lias, ayo!”
Akupun terdiam entah kenapa. Ki Jaya pun mulai memngeryangi tubuhku dan tubuhnya mulai menindihku. Terasa penisnya yang keras mengganjal tepat di atas vaginaku. Aku berdiam diri saja dengan apa yang dilakukan Ki Jaya dengan diriku.

“Ya bapak ga mau lama-lama, buka baju kamunya dong, entar keburu suamimu kesini!” perintahnya
Akupun segera mebuka pakainaku, entah kenapa aku mau aja. Mungkin aku emmang sudah agak lama ga bertempur di atas ranjang dengan suamiku karena kesibukan kami mempersiapkan acara hajatan. Kami sibuk mebuka pakaian kami sampai akhirnya kami telanjang bulat. Segera Ki Jaya meraihku dan memeluku kuat-kuat. Rupanya dia sangat bergairah.

“Pak, ciuman dong!” pintaku tanpa sadar
“manggilnya mas aja Ya!” jawabnya seraya menciumi wajah dan bibirku.
Tangan kannya meremas pantatku sedangkan tangan kirinya memelukku dari pinggang. Akupun tak tinggal diam. Aku pegang penisnya yang besar dan ku kocokkan secara cepat. Sesekali bibirnya menciumi payudaraku dan menekan-nekan penisnya ke vaginaku yang sudah basah.
“kamu pernah selingkuh Ya?” bisiknya

“belum mas, ahh” jawabku sedikit mengerang
Kemudian dia menghentikan gerakannya dan memegang penisnya dan segera mengarahkannya ke vaginaku.
“bentar mas, jilat dulu dong memekku. Ntar aku sepong kontol mas.” Pintaku berbisik.
Bandar Poker Terbaik Dia pun terlihat senang mendenagr pintaku dan langsung menciumi dan menjilati vaginaku. Lima menit kemudian aku menyepongnya dan dia mengelus-elus rambutku.
“enak Ya...” desahnya
Aku tak sadar betapa gilanya permainanku dengannya. Padahal ini dilakukan di rumahku, dimana ada suami dan banyak orang di luar.

Desahan demi desahan kami suarakan dan saling bertsahutan.
“mas masukin sekarang lah.”
Kataku dan segera dia memasukan penisnya ke vaginaku. Vaginaku memang suadah tak sempit lagi, tapi penis Ki Jaya sangat besar sehingga sulit untuk amsuk. Kami butuh waktu sekitar 5 menit untuk melancarkan pengeboran kami.

“ahhhh mas ahhhh” desahku
“Ya terus Ya, biar kedenger sama suami kamu” jawabnya
“iya mas. Aduh mas dadang, aku diewe sama lurah bejad nih mas, tolong mas gak nahan nikmatnya.” Rintihku SumoQQ
Ki Jaya hanya tersenyum dan sesekali mencium dan menjambak rambutku. Permainan kami berlangsung sekitar 20 menit sampai akhirnya kami sampai pada puncak kenikmatan kami.
“agggrgrrhhhhhhhhh.....” gumamnya
Kami saling melepaskan siraman kenikmatan.
Ladangku yang sempat tandus akhirnya disirami lurah yang perkasa ini.